1.Tenaga Listrik dari Air
Sebuah skema hidro memerlukan dua hal yaitu debit air dan ketinggian jatuh (biasa disebut ‘Head’) untuk menghasilkan tenaga yang bermanfaat. Ini adalah sebuah sistem konversi tenaga, menyerap tenaga dari bentuk ketinggian dan aliran, dan menyalurkan tenaga dalam bentuk daya listrik atau daya gagang mekanik. Tidak ada sistem konversi daya yang dapat mengirim sebanyak yang diserap dikurangi sebagian daya hilang oleh sistem itu sendiri dalam bentuk gesekan, panas, suara dan sebagainya.
Gambar. Head adalah ketinggian vertikal dimana air jatuh. |
Persamaan konversinya adalah:
Daya yang masuk = Daya yang keluar + Kehilangan (Loss)
atau
Daya yang keluar = Daya yang masuk × Efisiensi konversi
Persamaan di atas biasanya digunakan untuk menggambarkan perbedaan yang kecil. Daya yang masuk, atau total daya yang diserap oleh skema hidro, adalah daya kotor, Pgross. Daya yang manfaatnya dikirim adalah daya bersih, Pnet. Semua efisiensi dari skema gambar diatas disebut Eo.
Pnet = Pgross ×Eo kW
Daya kotor adalah head kotor (Hgross) yang dikalikan dengan debit air (Q) dan juga dikalikan dengan sebuah faktor (g = 9.8), sehingga persamaan dasar dari pembangkit listrik adalah :
Pnet = g ×Hgross × Q ×Eo kW (g=9.8)
dimana head dalam meter, dan debit air dalam meter kubik per detik (second (s)). Dan Eo terbagi sebagai berikut.
Eo = Ekonstruksi sipil × Epenstock × Eturbin × Egenerator × Esistem kontrol × Ejaringan × Etrafo
Biasanya
Ekonstruksi sipil | : 1.0 - (panjang saluran × 0.002 ~ 0.005)/ Hgross |
Epenstock | >: 0.90 ~ 0.95 (tergantung pada panjangnya) |
Eturbin | : 0.70 ~ 0.85 (tergantung pada tipe turbin) |
Egenerator | : 0.80 ~ 0.95 (tergantung pada kapasistas generator) |
Esistem kontrol> | : 0.97 |
Ejaringan | : 0.90 ~ 0.98 (tergantung pada panjang jaringan) |
Etrafo | : 0.98 |
Ekonstruksi sipil dan Epenstock adalah yang biasa diperhitungkan sebagai ‘Head Loss (Hloss)/kehilangan ketinggian’. Dalam kasus ini, persamaan diatas dirubah ke persamaan berikut.
Pnet= g ×(Hgross-Hloss) ×Q ×(Eo – Ekonstruksi sipil - Epenstock ) kW
Persamaan sederhana ini harus diingat: ini adalah inti dari semua disain pekerjaan pembangkit listrik. Ini penting untuk menggunakan unit-unit yang benar.
Efisiensi sistem yang spesifik untuk sebuah skema yang berjalan pada disain aliran penuh. Biofuel Biofuel adalah bahan bakar dari sumber hayati (renewable energy). Biodiesel adalah bahan bakar motor diesel yang berupa ester alkil/alkil asam-asam lemak (biasanya ester metil) yang dibuat dari minyak nabati melalui proses trans atau esterifikasi. stilah biodiesel identik dengan bahan bakar murni. Campuran biodiesel (BXX) adalah biodiesel sebanyak XX`% yang telah dicampur dengan solar sejumlah 1-XX %
Minyak nabati sebagai sumber utama biodiesel dapat dipenuhi oleh berbagai macam jenis tumbuhan tergantung pada sumberdaya utama yang banyak terdapat di suatu tempat/negara. Indonesia mempunyai banyak sumber daya untuk bahan baku biodiesel. Bioetanol Seiringdengan menipisnya cadangan energi BBM, jagung menjadi alternatif yang penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). Karenanya, kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan.Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Bahan Baku
Pemanfaatan Bioetanol
Teknologi Pengolahan Bioetanol Teknologi produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan jagung sebagai bahan baku, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya biomassa yang lain, terutama molase. 1. Persiapan Bahan Baku Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya. Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu:
Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut:
Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut:
2. Fermentasi Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2. Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan. Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi. Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi. 3. Pemurnian / Distilasi Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume. Prosentase Penggunaan Energy Prosentase perkiraan penggunaan energi panas/steam dan listrik diuraikan dalam tabel berikut ini:
Peralatan Proses Adapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai berikut:
Jawa Barat memiliki potensi sumber daya alarn panas bumi yang luar biasa besar dan merupakan yang terbesar di Indonesia. Potensi panas bumi di Jawa Barat mencapai 5411 MW atau 20% dari total potensi yang dimiliki Indonesia. Sebagian potensi panas bumi tersebut bahkan telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik seperti:
Pemanfaatan energi panas bumi memang tidak mudah. Energi panas bumi yang umumnya berada di kedalaman 1.000-2.000 meter di bawah permukaan tanah sulit ditebak keberadaan dan "karakternya". Investasi untuk menggali energi panas bumi tidak sedikit karena tergolong berteknologi dan berisiko tinggi. Investasi untuk kapasitas di bawah satu MW, berkisar US$ 3.000-5.000 per kilowatt (kW). Sementara untuk kapasitas di atas satu MW, diperlukan investasi US$ 1.500-2.500 per kW. Tantangan selanjutnya adalah akibat sifat panas yang "site specific" kondisi geologis setempat. Karakter produksi dan kualitas produksi akan berbeda dari satu area ke area yang lain. Penurunan produksi yang cepat, sebagai contoh, merupakan karakter produksi yang harus ditanggung oleh pengusaha atau pengembang, ditambah kualitas produksi yang kurang baik, dapat menimbulkan banyak masalah di pembangkit. Misainya, kandungan gas yang tinggi mengakibatkan investasi lebih besar di hilir atau pembangkitnya. Dalam pembangkitan listrik, harga jual per kWh yang ditetapkan PLN dinilai terialu murah sehingga tak sebanding dengan biaya eksplorasi dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Dalam hat ini, PLN tidak bisa disalahkan karena tarif dasar listrik yang ditetapkan pemerintah masih di bawah harga komersial, yaitu tuluh sen dollar AS per kWh. Di sisi lain, adanya potensi panas bumi di suatu daerah biasanya di pegunungan dan terpencil-sering tak bisa dimanfaatkan karena kebutuhan listrik di daerah itu sedikit sehingga belum ekonomis untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan energi panas bumi tersebut. TEKNOLOGI ENERGI SURYA FOTOVOLTAIK Teknologi dan Kemampuan Nasional Pemanfaatan energi surya khususnya dalam bentuk SHS (s olar home systems ) sudah mencapai tahap semi komersial. Komponen utama suatu SESF adalah:
Kandungan lokal modul fotovoltaik termasuk pengerjaan enkapsulasi dan framing sekitar 25%, sedangkan sel fotovoltaik masih harus diimpor. Balance of System (BOS) masih bervariasi tergantung sistem desainnya. Kandungan lokal dari BOS diperkirakan telah mencapai diatas 75%. Sasaran Pengembangan Fotovoltaik di Indonesia
Strategi Pengembangan Fotovoltaik di Indonesia Strategi pengembangan energi surya fotovoltaik di Indonesia adalah sebagai berikut:
Biomassa sangat beragam jenisnya yang pada dasarnya merupakan hasil produksi dari makhluk hidup. Biomassa dapat berasal dari tanaman perkebunan atau pertanian, hutan, peternakan atau bahkan sampah. Biomassa (bahan organik) dapat digunakan untuk menyediakan panas, membuat bahan bakar, dan membangkitkan listrik, hat ini disebut bioenergi. Bioenergi berada pada level kedua setelah tenaga air dalam produksi energi primer terbarukan di Amerika Serikat. Untuk kepentingan khusus, pemanfaatan biomassa menjadi solusi yang sangat menjanjikan untuk permasalahan sampah di kota-kota besar. Pemanfaatan sampah sebagai biomassa menjadi tenaga listrik meiaitji proses pembakaran langsung (direct cornbustion) atau metalui proses pembuatan gas metana (gasifikasi) dapat menjadi solusi, walaupun proyek ini lebih mahal dibandingkan proyek pembangkit listrik lain untuk kapasitas yang setara. Pemanfaatan energi biomassa dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dewasa ini teknologi pemanfaatan energi biomassa yang telah dikembangkan terdiri dari : 1. Pembakaran langsung (direct combustion) dalam bentuk pemanfaatan panas. Pemanfaatan panas biomassa telah dikenal sejak dulu seperti pemanfaatan kayu bakar. Pemanfaatan yang cukup besar umumnya untuk menghasilkan uap pada pembangkitan listrik atau proses manufaktur. Dalam sistem pembangkit, kerja turbin biasanya memanfaatakan ekspansi uap bertekanan dan bertemperatur tinggi untuk menggerakkan generator. Di industri kayu dan kertas, serpihan kayu terkadang langsung dimasukkan ke boiler untuk menghasilkan uap untuk proses manufaktur atau menghangatkan ruangan. Beberapa sistem pembangkit berbahan bakar batubara menggunakan biomassa sebagai sumber energi tambahan dalam boiler efisiensi tinggi untuk mengurangi emisi. 2. Konversi menjadi bahan bakar cair. Dua bahan bakar bio yang paling umum adalah ethanol dan biodiesel. Ethanol merupakan alkohol yang dibuat dengan fermentasi biomassa dengan kandungan hidrokarbon yang tinggi seperti jagung metaldi proses yang sama untuk membuat bir. Ethanol paling sering digunakan sebagai aditif bahan bakar untuk mengurangi emisi CO dan asap lainnya dari kendaraan. Biodiesel merupakan ester yang dibuat menggunakan minyak tanaman, lemak binatang, ganggang, atau bahkan minyak goreng bekas. Biodiesel dapat digunakan sebagai aditif diesel untuk mengurangi emisi kendaraan atau dalam bentuk murninya sebagai bahan bakar kendaraan 3. Pemanfaatan Gas Biomassa Pemanfaatan gas biomassa skala kecil yang banyak diaplikasikan oleh masyarakat adalah pemanfaatan gas metana hasil fermentasil yang langsung dibakar untuk dimanfaatkan panasnya. Pada skala yang lebih maju pemanfaatan gas biomassa dilakukan melalui sistem gasifikasi menggunakan temperatur tinggi untuk mengubah biomassa menjadi gas (campuran dari hidrogen, CO dan metana). Salah satu contoh pemanfaatan tersebut adalah penggunaan sekam padi pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) komersial pertama yang menggunakan. bahan bakar sekam padi berada di penggilingan padi rnifik PT (Persero) Pertani di Desa Haurgeulis, Keeamatan Haurgaulis, Kabupaten Indramayu. PLTD berkekuatan 1 x 100 kilowatt (kw) tersebut dibangun PT Indonesia Power dan PT Pertani. Prinsip keda PLTD berbahan bakar sekam padi itu adalah mencampurkan gas hasil gasifikasi sekam padi pada temperatur tinggi dengan bahan bakar minyak (BBM) di dalam ruang bakar motor diesel yang menggerakkan turbin untuk menghasii'kan tenaga listrik. Pencampuran BBM dengan gas sekam padi dapat menghemat pemakaian BBIVi hingga 80 persen dari jumlah pemakaian semula, sehingga biaya operasional untuk membangkitkan listrik dengan daya yang Sistem penanganan material biomassa, merupakan bagian yang cukup besar dalam modal investasi dan biaya operasi dalam fasilitas konversi energi bio. Kebutuhannya tergantung pada tipe biomassa yang akan diolah dalam teknologi konversi seperti hainya kebutuhan gudang cadangan makanan, diantaranya penyimpanan biomassa, penanganan, pengangkutan, pengurangan ukuran, pembersihan, pengeringan serta peralatan. |