SEL SURYA
Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas surya (
matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain
air,
uap,
angin,
biogas,
batu bara, dan
minyak bumi. Teknik pemanfaatan energi surya mulai muncul pada tahun
1839, ditemukan oleh
A.C. Becquerel. Ia menggunakan
kristal silikon untuk mengkonversi radiasi matahari, namun sampai tahun
1955 metode itu belum banyak dikembangkan. Selama kurun waktu lebih dari satu abad itu, sumber energi yang banyak digunakan adalah minyak bumi dan batu bara. Upaya pengembangan kembali cara memanfaatkan energi surya baru muncul lagi pada tahun
1958.
Sel silikon yang dipergunakan untuk mengubah energi surya menjadi sumber daya mulai diperhitungkan sebagai metode baru, karena dapat digunakan sebagai sumber daya bagi
satelit angkasa luarPenerapan energi surya
Energi surya telah banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa diantara aplikasi tersebut antara lain :
1. Pencahayaan bertenaga surya
2. Pemanasan bertenaga surya, untuk memanaskan air, memanaskan dan mendinginkan ruangan,
3. Desalinisasi dan desinfektisasi
4. Untuk memasak, dengan menggunakan
kompor tenaga suryaApakah sel surya itu dan bagaimana cara kerjanya?
Sel surya ialah sebuah alat yang tersusun dari material semikonduktor yang dapat mengubah sinar matahari menjadi tenaga listrik secara langsung. Sering juga dipakai istilah photovoltaic atau fotovoltaik. Sel surya pada dasarnya terdiri atas sambungan p-n yang sama fungsinya dengan sebuah dioda (diode). Sederhananya, ketika sinar matahari mengenai permukaan sel surya, energi yang dibawa oleh sinar matahari ini akan diserap oleh elektron pada sambungan p-n untuk berpindah dari bagian dioda p ke n dan untuk selanjutnya mengalir ke luar melalui kabel yang terpasang ke sel.
2. Siapakah yang pertama kali menemukan sel surya?
Sejarah sel surya dapat dilihat jauh ke belakang ketika pada tahun 1839 Edmund Becquerel, seorang pemuda Prancis berusia 19 tahun menemukan efek yang sekarang dikenal dengan efek fotovoltaik ketika tengah berkesperimen menggunakan sel larutan elektrolisis yang dibuat dari dua elektroda. Becquerel menemukan bahwa beberapa jenis material tertentu memproduksi arus listrik dalam jumlah kecil ketika terkena cahaya.
Era sel surya modern baru dimulai satu abad setelah penemuan fenomena fotovoltaik pertama, yakni ketika tiga peneliti Bell Laboratories di AS (Chapin, Fullr dan Pearson) secara tidak sengaja menemukan bahwa sambungan dioda pn dari silikon mampu membangkitkan tegangan listrik ketika lampu laboratorium dinyalakan. Pada tahun yang sama, usaha mereka telah berhasil membuat sebuah sel surya pertama dengan efisiensi sebesar 6%. Dari titik inilah penelitian sel surya akhirnya berkembang hingga saat ini, dengan banyak jenis dan teknologi pembuatannya.
3. Berapakah efisiensi sel surya saat ini?
Saat ini, efisiensi sel surya dapat dibagi menjadi efisiensi sel surya komersil dan efisiensi sel surya skala laboratorium.
Sel surya komersil yang sudah ada di pasaran memiliki efisiensi sekitar 12-15%. Sedangkan efisiensi sel surya skala laboratorium pada umumnya 1,5 hingga 2 kali efisiensi sel surya skala komersil.
Hal ini disebabkan pada luas permukaan sel surya yang berbeda. Pada sel surya di pasaran, sel yang dipasarkan pada umumnya memiliki luas permukaan 100 cm2 yang kemudian dirangkai mejadi modul surya yang terdiri atas 30-40 buah sel surya. Dengan semakin besarnya luas permukaan sel surya, maka sudah menjadi pengetahuan umum jika terdapat banyak efek negatif berupa resistansi sirkuit, cacat pada sel dan sebagainya, yang mengakibatkan terdegradasinya efisiensi sel surya.
Pada sel surya skala laboratorium, luas permukaan sel yang diuji hanya berkisar kurang dari 1 cm2. Hal ini dimaksudkan untuk melihat kondisi ideal sel surya yang bebas dari cacat maupun resistansi ketika dihubungkan ke sebuah sirkuit. Disamping itu, kecilnya luas permukaan sel surya memudahkan proses pembuatannya di mana alat yang dipakai di dalam laboratorium ialah alat yang berukuran kecil.
4. Apakah sel surya sudah diproduksi di Indonesia?
Sepanjang pengetahuan penulis, level produksi sel surya di Indoneisa masih dalam tahap assembly atau perakitan yang beberapa bahannya diimpor dan sebagian diproduksi di dalam negeri. PT LEN sejauh ini mempu membuat sel surya tersebut. Secara khusus, pabrik sel surya di Indonesia masih etrbilang sangat langka. Produk produk sel surya yang dipasarkan di Indonesia mayoritas merupakan hasil impor.
5. Seberapa besar potensi yang dimiliki oleh negara kita untuk mengembangkan teknologi sell surya ?
Sel surya mengandalkan siraman sinar matahari dengan intensits yang memadai. Dengan letak geografis Indonesia di khatulistiwa dengan jaminan limpahan sinar matahari sepanjang tahun tidak mengalami perubahan berarti, maka sel surya patut menjadi salah satu bentuk energi masa depan yang perlu dikembangkan oleh anak bangsa. Hal ini pula didukung oleh efisiensi sel surya yang terus meningkat plus biaya produksi nya yang semakin kecil.
6. Untuk dapat beroperasi, sarana pendukung apa saja yang dibutuhkan?
Sel surya hanya merupakan satu komponen penyerap cahaya yang langusng mengkonversi cahaya tsb menjadi litstrik. Agar listrik dari sel surya ini dapat dimanfaatkan, maka sel surya membutuhkan apa yang disebut dengan Balance of System (BOS) yang paling minim terdiri atas; inverter (mengubah listrik DC dari sel surya menjadi listrik AC untuk keperluan sehari hari), baterei (untuk menyimpan kelebihan muatan listrik guna pemakaian darurat atau malam hari), serta beberapa buah controller untuk mengatur secara optimal daya keluaran sel surya.
7. Berapa harga sel surya lengkap berikut komponen pendukungnya?
Secara umum, harga sel surya berikut BOS sekitar US$ 8-10/Watt. Harga ini harga sel surya tanpa adanya subsidi atau potongan harga dsb. Dan biaya sel surya biasa dikonversi ke dalam satuan US$/Watt. Jika seseorang ingin membeli sel surya untuk keperluan penerangan rumah tangga yang sekitar 900 Watt, maka secara kasar biaya yang perlu dikeluarkan (diinvestasikan?) sebesar 900 Watt x US$ 8 = US$ 7200. Harga ini sudah termasuk biaya pemasangan dan beberapa komponen pendukung untuk dipasang di atap sebuah rumah. Dengan adanya beberapa kebijakan pemerintah (subsidi, potongan harga, kredit pembelian dsb) harga sel surya ini dapat ditekan hingga hanya tinggal 30% saja.
8. Mengapa harga sel surya terbilang sangat mahal dibandingkan dengan listrik yang dihasilkan oleh pembangkit konvensional?
Ada beberapa alasan untuk ini;
Pertama, sel surya mengandalkan bahan silikon sebagai material penyerap cahaya matahari. Dan harga silikon ini meningkat seiring dengan permintaan industri semikonduktor ditambah dengan suplai bahan baku silikon yang terbatas. Silikon yang dipakai sebagai bahan dasar chip di dunia mikroelektronika/semikonduktor ini semakin dibutuhkan mengingat adanya peningkatan tajam untuk produksi peralatan elektronika mulai dari komputer, monitor, televisi dsb. Hal ini diperparah dengan jenis sel surya yang paling banyak dipasarkan di dunia yakni sel surya jenis silikon sehingga sel surya secara langsung harus berkompetisi dengan industri lain untuk mendapatkan bahan baku silikon.
Kedua, perlu digaris bawahi bahwa harga listrik konvensional sebagai bahan perbandingan harga listrik sel surya ialah harga setelah mendapat subsidi. Subsidi ini dimaksudkan agar listrik dapat menjangkau segala lapisan masyarakat, sedangkan sel surya sebaliknya, tidak mendapat subsidi atau dukungan yang membuat harga sel surya terasa mahal. Sebagai perbandingan, di negara-negara yang sudah mapan memanfaatkan sel surya, pemerintah negara-negara tersebut sudah memberlakukan segala program kebijakan agar sel surya dapat memasyarakat semisal subsidi, kredit pembelian, feed-in-tariff dan sebagainya. Sebagai contoh di Korea Selatan, harga sel surya yang dibeli oleh konsumen setempat mampu ditekan hingga 70% sekitar US$ 3 hingga 4 per Watt-nya.
9. Di mana kita bisa mendapatkan produk sel surya di Indonesia dan berapa harganya ?
Mungkin paling mudah melacaknya di Internet.Kebetulan juga, salah seorang pengunjung Blog ini pernah memberi info adanya sebuah webste portal belanja produk-produk kita. Silakan klik link berikut ini
Di sana, kita dapat menemukan beberapa toko di bilangan Jakarta yang menyediakan produk berikut perangkat penunjang sel surya. Beberapa toko memasarkan sel surya dengan harga Rp. 5 Juta/50 Watt modul sel surya. Harganya mengikuti harga pasaran internasional ~ US$ 10/Watt kira-kira.
Energi Surya Sebagai Alternatif Masa Depan
Energi Surya Sebagai Alternatif Masa Depan
Jika kita melihat tingkat konsumsi energi di seluruh dunia saat ini, penggunaan energi diprediksikan akan meningkat sebesar 70 persen antara tahun 2000 sampai 2030. Sumber energi yang berasal dari fosil, yang saat ini menyumbang 87,7 persen dari total kebutuhan energi dunia diperkirakan akan mengalami penurunan disebabkan tidak lagi ditemukannya sumber cadangan baru. Cadangan sumber energi yang berasal dari fosil diseluruh dunia diperkirakan hanya sampai 40 tahun untuk minyak bumi, 60 tahun untuk gas alam, dan 200 tahun untuk batu bara. Kondisi keterbatasan sumber energi di tengah semakin meningkatnya kebutuhan energi dunia dari tahun ketahun (pertumbuhan konsumsi energi tahun 2004 saja sebesar 4,3 persen), serta tuntutan untuk melindungi bumi dari pemanasan global dan polusi lingkungan membuat tuntutan untuk segera mewujudkan teknologi baru bagi sumber energi yang terbaharukan.
Di antara sumber energi terbaharukan yang saat ini banyak dikembangkan [seperti turbin angin, tenaga air (hydro power), energi gelombang air laut, tenaga surya, tenaga panas bumi, tenaga hidrogen, dan bio-energi], tenaga surya atau solar sel merupakan salah satu sumber yang cukup menjanjikan. Energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69 persen dari total energi pancaran matahari. Suplai energi surya dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi sangat luar biasa besarnya yaitu mencapai 3 x 1024 joule pertahun, energi ini setara dengan 2 x 1017 Watt. Jumlah energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat ini. Dengan kata lain, dengan menutup 0,1 persen saja permukaan bumi dengan divais solar sel yang memiliki efisiensi 10 persen sudah mampu untuk menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini.
Energy surya atau dalam dunia internasional lebih dikenal sebagai solar cell atau photovoltaic cell, merupakan sebuah divais semikonduktor yang memiliki permukaan yang luas dan terdiri dari rangkaian dioda tipe p dan n, yang mampu merubah energi sinar matahari menjadi energi listrik. Pengertian photovoltaic sendiri merupakan proses merubah cahaya menjadi energi listrik. Oleh karena itu bidang penelitian yang berkenaan dengan energi surya ini sering juga dikenal dengan penelitian photovoltaic. Kata photovoltaic sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani photos yang berarti cahaya dan volta yang merupakan nama ahli fisika dari Italia yang menemukan tegangan listrik. Sehingga secara bahasa dapat diartikan sebagai cahaya dan listrik photovoltaic.
Efek photovoltaic pertama kali berhasil diidentifikasi oleh seorang ahli Fisika berkebangsaan Prancis Alexandre Edmond Becquerel pada tahun 1839. Atas prestasinya dalam menemukan fenomena photovoltaic ini, Becquerel mendapat Nobel fisikia pada tahun 1903 bersama dengan Pierre dan Marrie Currie. Baru pada tahun 1883 divais solar sel pertama kali berhasil dibuat oleh Charles Fritts. Charles Fritts saat itu membuatsemikonduktor Selenium yang dilapisi dengan lapisan emas yang sangat tipis sehingga berhasil membentuk rangkaian seperti hubungan semikonduktor tipe p dan tipe n. Pada saat itu efisiensi yang didapat baru sekitar 1 persen. Pada perkembangan berikutnya seorang peneliti bernama Russel Ohl dikenal sebagai orang pertama yang membuat paten tentang divais solar sel modern. Efisiensi divais solar sel dan harga pembuatan solar sel merupakan masalah yang paling penting untuk merealisasikan solar sel sebagai sumber energi alternatif. Efisiensi didefinisikan sebagai perbandingan antara tenaga listrik yang dihasilkan oleh divais solar sel dibandingkan dengan jumlah energi yang diterima dari pancaran sinar matahari.
Pada tengah hari yang cerah radiasi sinar matahari mampu mencapai 1000 watt permeter persegi. Jika sebuah divais semikonductor seluas satu meter persegi memiliki efisiensi 10 persen maka modul solar sel ini mampu memberikan tenaga listrik sebesar 100 watt. Saat ini modul solar sel komersial berkisar antara 5 hingga 15 persen tergantung material penyusunnya. Tipe silikon kristal merupakan jenis divais solar sel yang memiliki efisiensi tinggi meskipun biaya pembuatannya relatif lebih mahal dibandingkan jenis solar sel lainnya.
Pembangkit energi surya sebenarnya tergantung pada efisiensi mengkonversi energi dan konsentrasi sinar matahari yang masuk ke dalam sel tersebut. Professor Smalley, peraih Nobel bidang kimia atas prestasinya menemukan Fullerene, menyatakan bahwa teknologi nano menjanjikan peningkatan efisiensi dalam pembuatan sel surya antara 10 hingga 100 kali pada sel surya. Smalley menambahkan bahwa cara terbaik untuk mendapatkan energi surya secara optimal telah terbukti ketika sel surya dimanfaatkan untuk keperluan satelit ruang angkasa dan alat alat yang diletakkan di ruang angkasa. Penggunaan sel surya dengan meletakkannya di ruang angkasa dapat dengan baik dilakukan karena teknologi nano diyakini akan mampu menciptakan material yang super kuat dan ringan yang mampu bertahan di ruang angkasa dengan efisiensi yang baik.
Perkembangan yang menarik dari teknologi sel surya saat ini salah satunya adalah sel surya yang dikembangkan oleh Michael Gratzel. Gratzel memperkenalkan tipe solar sel photokimia yang merupakan jenis solar sel exciton yang terdiri dari sebuah lapisan partikel nano (biasanya titanium dioksida) yang di endapkan dalam sebuah perendam (dye). Jenis ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1991 oleh Gratzel, sehingga jenis solar sel ini sering juga disebut dengan sel Gratzel atau dye-sensitized solar cells (DSSC). Sel Gratzel dilengkapi dengan pasangan redoks yang diletakkan dalam sebuah elektrolit (bisa berupa padat atau cairan). Komposisi penyusun solar sel seperti ini memungkinkan bahan baku pembuat sel Gratzel lebih fleksibel dan bisa dibuat dengan metode yang sangat sederhana seperti screen printing. Meskipun solar sel generasi ketiga ini masih memiliki masalah besar dalam hal efisiensi dan usia aktif sel yang masih terlalu singkat, solar sel jenis ini diperkirakan mampu memberi pengaruh besar dalam sepuluh tahun ke depan mengingat harga dan proses pembuatannya yang sangat murah. Indonesia sebenarnya sangat berpotensi untuk menjadikan solar sel sebagai salah satu sumber energi masa depannya mengingat posisi Indonesia pada khatulistiwa yang memungkinkan sinar matahari dapat optimal diterima di permukaan bumi di hampir seluruh Indonesia.
Berdasarkan perhitungan Mulyo Widodo dalam kondisi puncak atau posisi matahari tegak lurus, sinar matahari yang jatuh di permukaan panel surya di Indonesia seluas satu meter persegi akan mampu mencapai 900 hingga 1000 Watt. Lebih jauh pakar solar sel Wilson Wenas menyatakan bahwa total intensitas penyinaran perharinya di Indonesia mampu mencapai 4500 watt hour per meter persegi yang membuat Indonesia tergolong kaya sumber energi matahari ini. Dengan letaknya di daerah katulistiwa, matahari di Indonesia mampu bersinar hingga 2.000 jam pertahunnya. Dengan kondisi yang sangat potensial ini sudah saatnya pemerintah dan pihak universitas membuat satu pusat penelitian solar sel agar Indonesia tidak kembali hanya sebagai pembeli divais solar sel di tengah melimpahnya sinar matahari yang diterima di bumi Indonesia. Namun teknologi ini masih terbilang cukup mahal, Karena solar sel yang berada di pasaran harganya masih cukup tinggi, sehingga pemerintanh masih enggan melirik teknologi ini. Penelitian di bidang tenaga surya sangat dibutuhkan utnuk mengembangkan potensi Indonesia sebagai negera tropis. Teknologi sel surya murah dan ramah lingkungan di perlukan utuk pengembangan potensi Indonesia mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Sistem sel surya yang digunakan di permukaan bumi terdiri dari panel sel surya, rangkaian kontroler pengisian (charge controller), dan aki (batere) 12 volt yang maintenance free. Panel sel surya merupakan modul yang terdiri beberapa sel surya yang digabung dalam hubungkan seri dan paralel tergantung ukuran dan kapasitas yang diperlukan. Yang sering digunakan adalah modul sel surya 20 watt atau 30 watt. Modul sel surya itu menghasilkan energi listrik yang proporsional dengan luas permukaan panel yang terkena sinar matahari.
Rangkaian kontroler pengisian aki dalam sistem sel surya itu merupakan rangkaian elektronik yang mengatur proses pengisian akinya. Kontroler ini dapat mengatur tegangan aki dalam selang tegangan 12 volt plus minus 10 persen. Bila tegangan turun sampai 10,8 volt, maka kontroler akan mengisi aki dengan panel surya sebagai sumber dayanya. Tentu saja proses pengisian itu akan terjadi bila berlangsung pada saat ada cahaya matahari. Jika penurunan tegangan itu terjadi pada malam hari, maka kontroler akan memutus pemasokan energi listrik. Setelah proses pengisian itu berlangsung selama beberapa jam, tegangan aki itu akan naik. Bila tegangan aki itu mencapai 13,2 volt, maka kontroler akan menghentikan proses pengisian aki itu.
Rangkaian kontroler pengisian itu sebenarnya mudah untuk dirakit sendiri. Tapi, biasanya rangkaian kontroler ini sudah tersedia dalam keadaan jadi di pasaran. Memang harga kontroler itu cukup mahal kalau dibeli sebagai unit tersendiri. Kebanyakan sistem sel surya itu hanya dijual dalam bentuk paket lengkap yang siap pakai. Jadi, sistem sel surya dalam bentuk paket lengkap itu jelas lebih murah dibandingkan dengan bila merakit sendiri.
Biasanya panel surya itu letakkan dengan posisi statis menghadap matahari. Padahal bumi itu bergerak mengelilingi matahari. Orbit yang ditempuh bumi berbentuk elip dengan matahari berada di salah satu titik fokusnya. Karena matahari bergerak membentuk sudut selalu berubah, maka dengan posisi panel surya itu yang statis itu tidak akan diperoleh energi listrik yang optimal. Agar dapat terserap secara maksimum, maka sinar matahari itu harus diusahakan selalu jatuh tegak lurus pada permukaan panel surya. Jadi, untuk mendapatkan energi listrik yang optimal, sistem sel surya itu masih harus dilengkapi pula dengan rangkaian kontroler optional untuk mengatur arah permukaan panel surya agar selalu menghadap matahari sedemikian rupa sehingga sinar mahatari jatuh hampir tegak lurus pada panel suryanya. Kontroler seperti ini dapat dibangun, misalnya, dengan menggunakan mikrokontroler 8031. Kontroler ini tidak sederhana, karena terdiri dari bagian perangkat keras dan bagian perangkat lunak. Biasanya, paket sistem sel surya yang lengkap belum termasuk kontroler untuk menggerakkan panel surya secara otomatis supaya sinar matahari jatuh tegak lurus. Karena itu, kontroler macam ini cukup mahal.
PHOTOVOLTAIC
Cara kerja sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan menggunakan Grid-Connected panel sel surya Photovoltaic untuk perumahan : . Modul sel surya Photovoltaic merubah energi surya menjadi arus listrik DC. Arus listrik DC yang dihasilkan ini akan dialirkan melalui suatu inverter (pengatur tenaga) yang merubahnya menjadi arus listrik AC, dan juga dengan otomatis akan mengatur seluruh sistem. Listrik AC akan didistribusikan melalui suatu panel distribusi indoor yang akan mengalirkan listrik sesuai yang dibutuhkan peralatan listrik. Besar dan biaya konsumsi listrik yang dipakai di rumah akan diukur oleh suatu Watt-Hour Meters.
Komponen utama sistem surya fotovoltaik adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya fotovoltaik. Untuk membuat modul fotovoltaik secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul fotovoltaik kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana, sedangkan untuk membuat sel fotovoltaik diperlukan teknologi tinggi.
Modul fotovoltaik tersusun dari beberapa sel fotovoltaik yang dihubungkan secara seri dan paralel. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat modul sel surya yaitu sebesar 60% dari biaya total. Jadi, jika modul sel surya itu bisa diproduksi di dalam negeri berarti akan bisa menghemat biaya pembangunan PLTS. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di Indonesia tahap pertama adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat laminasi dengan sel-sel yang masih diimpor. Jika permintaan pasar banyak maka pembuatan sel dilakukan di dalam negeri. Hal ini karena teknologi pembuatan sel surya dengan bahan silikon single dan poly cristal secara teoritis sudah dikuasai. Dalam bidang fotovoltaik yang digunakan pada PLTS, Indonesia ternyata telah melewati tahapan penelitian dan pengembangan dan sekarang menuju tahapan pelaksanaan dan instalasi
Teknologi ini cukup canggih dan keuntungannya adalah harganya murah, bersih, mudah dipasang dan dioperasikan dan mudah dirawat. Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya fotovoltaik adalah investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik yang dibangkitkan relatif tinggi, karena memerlukan subsistem yang terdiri atas baterai, unit pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya.
Bahan sel surya sendiri terdiri kaca pelindung dan material adhesive transparan yang melindungi bahan sel surya dari keadaan lingkungan, material anti-refleksi untuk menyerap lebih banyak cahaya dan mengurangi jumlah cahaya yang dipantulkan, semikonduktor P-type dan N-type (terbuat dari campuran Silikon) untuk menghasilkan medan listrik, saluran awal dan saluran akhir (tebuat dari logam tipis) untuk mengirim elektron ke perabot listrik. Cara kerja sel surya sendiri sebenarnya identik dengan piranti semikonduktor dioda. Ketika cahaya bersentuhan dengan sel surya dan diserap oleh bahan semi-konduktor, terjadi pelepasan elektron. Apabila elektron tersebut bisa menempuh perjalanan menuju bahan semi-konduktor pada lapisan yang berbeda, terjadi perubahan sigma gaya-gaya pada bahan. Gaya tolakan antar bahan semi-konduktor, menyebabkan aliran medan listrik. Dan menyebabkan elektron dapat disalurkan ke saluran awal dan akhir untuk digunakan pada perabot listrik.
KOMPONEN – KOMPONEN DARI PLTS3.
1. Solar Module
Dalam bagian ini akan dijelaskan secara singkat komponen utama PLTS yaitu solar module. Setelah menjelaskannya, maka dilanjutkan dengan trend kedepan teknologi yang berkaitan dengan solar module.
2. Apa itu solar cell?
Sebelum membahas sistim pembangkit listrik tenaga surya, pertama-tama akan dijelaskan secara singkat komponen penting dalam sistim ini yang berfungsi sebagai perubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Listrik tenaga matahari dibangkitkan oleh komponen yang disebut solar cell yang besarnya sekitar 10 ~ 15 cm persegi. Komponen ini mengkonversikan energi dari cahaya matahari menjadi energi listrik. Solar cell merupakan komponen vital yang umumnya terbuat dari bahan semikonduktor. multicrystalline silicon adalah bahan yang paling banyak dipakai dalam industri solar cell. Multicrystalline dan monocrystalline silicon menghasilkan efisiensi yang relativ lebih tinggi daripada amorphous silicon. Sedangkan amorphus silicon dipakai karena biaya yang relativ lebih rendah. Selain dari bahan nonorganik diatas dipakai pula molekul-molekul organik walaupun masih dalam tahap penelitian.Sebagai salah satu ukuran performansi solar cell adalah efisiensi. Yaitu prosentasi perubahan energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Efisiensi dari solar cell yang sekarang diproduksi sangat bervariasi. Monocrystalline silicon mempunyai efisiensi 12~15 %. Multicrystalline silicon mempunyai efisiensi 10~13 %. Amorphous silicon mempunyai efisiensi 6~9 %. Tetapi dengan penemuan metode-metode baru sekarang efisiensi dari multicrystalline silicon dapat mencapai 16.0 % sedangkan monocrystalline dapat mencapai lebih dari 17 %. Bahkan dalam satu konferensi pada September 2000, perusahaan Sanyo mengumumkan bahwa mereka akan memproduksi solar cell yang mempunyai efisiensi sebesar 20.7 %. Ini merupakan efisiensi yang terbesar yang pernah dicapai.Tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu solar cell sangat kecil maka beberapa solar cell harus digabungkan sehingga terbentuklah satuan komponen yang disebut module. Produk yang dikeluarkan oleh industri-industri solar cell adalah dalam bentuk module ini.Pada applikasinya, karena tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu module masih cukup kecil (rata-rata maksimum tenaga listrik yang dihasilkan 130 W) maka dalam pemanfaatannya beberapa module digabungkan dan terbentuklah apa yang disebut array. Sebagai contoh untuk menghasilkan listrik sebesar 3 kW dibutuhkan array seluas kira-kira 20 ~ 30 meter persegi. Secara lebih jelas lagi, dengan memakai module produksi Sharp yang bernomor seri NE-J130A yang mempunyai efisiensi 15.3% diperlukan luas 23.1m2 untuk menghasilkan listrik sebesar 3.00 kW. Besarnya kapasitas PLTS yang ingin dipasang menambah luas area pemasangan.
Penerapan Photovoltaic (PV) Power System di Indonesia
Memperhatikan kesuksesan Arab Saudi dalam mengaplikasikan pembangkit listrik PV sebagai pensuplai energi listrik untuk penerangan terowongan, Indonesia dapat pula meniru kesuksesan tersebut bila adanya keseriusan dari pemerintah Indonesia di bidang ini. Penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 220 juta, sebagian besar tinggal di pedesaan dan masih banyak yang belum mendapatkan akses terhadap energi listrik. Sehingga perlu suatu kebijakan yang dapat mendorong penyediaan energi khususnya listrik bagi masyarakat pedesaan.
Energi merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan kegiatan ekonomi. Dengan tersedianya energi, peluang untuk melakukan kegiatan produktif dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya setempat cukup banyak. Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian dan mengurangi tingkat kemiskinan.
Oleh karena itu, perlu suatu kebijakan yang dapat mendorong penyediaan energi khususnya listrik bagi masyarakat pedesaan. Kebijakan tersebut antara lain kebijakan pendanaan. Kebijakan yang diperlukan antara lain dengan memberikan subsidi, insentif fiskal dan berbagai kemudahan fasilitas. Berdasarkan studi komparatif, penulis memandang perlu kebijakan yang komprehensif oleh pemerintah dalam pengembangan energi pedesaan.
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menyediakan energi bagi masyarakat pedesaan terutama listrik. Pemerintah telah mencanangkan program listrik masuk desa bahkan program listrik bertenaga sumber daya lokal seperti tenaga surya. Namun semua itu belum cukup, karena masih banyak daerah pedesaan terutama di daerah terpencil yang belum terjangkau karena sulitnya medan dan besarnya biaya dan investasi yang diperlukan.
Penerapan PLTS oleh BPPT dimulai dengan pemasangan 80 unit PLTS (Solar Home System, Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya untuk Lampu Penerangan Rumah) di Desa Sukatani, Jawa Barat pada tahun 1987. Setelah itu pada tahun 1991 dilanjutkan dengan proyek Bantuan Presiden (Banpres Listrik Tenaga Surya masuk Desa) untuk pemasangan 3.445 unit SHS di 15 propinsi yang dinilai layak dari segi kebutuhan (tidak terjangkau oleh PLN), kemampuan masyarakat setempat (pembayaran dengan cara mencicil) dan persyaratan teknis lainnya. Program Banpres Listrik Tenaga Surya Masuk Desa yang telah memperoleh sambutan sangat menggembirakan dari masyarakat pedesaan dan telah terbukti dapat berjalan dengan baik akan dijadikan model guna implementasi Program Listrik Tenaga Surya untuk Sejuta Rumah.
Program ini juga merupakan salah upaya untuk mencapai target Pemerintah dalam melistriki seluruh pedesaan dan daerah terpencil di Indonesia dengan ratio elektrifikasi nasional di atas 75 persen. Besarnya biaya investasi untuk per unit PLTS ini mendorong BPPT mencari sumber dana pembiayaan serta membuat pola pengelolaan dan pendanaan. Pola ini terus berubah sejalan dengan kebijakan Pemerintah yang berlaku.
Tabel 2. Pengembangan Energi Alternatif Nasional; dikutip dari Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025
Semenjak tahun 2005, Pemerintah optimis terhadap program-program energi yang dirancangnya melalui Blueprint Pengelolaan Energi Nasional. Banyak jenis energi baru dan terbarukan (EBT) mulai dinyatakan untuk dikelola secara resmi dan serius di tataran nasional. Salah satunya energi surya, dimana merupakan salah satu perhatian pemerintah dalam meningkatkan aplikasi energi alternatif di Indonesia. Energi surya difokuskan untuk memenuhi kebutuhan energi pada sektor Pembangkitan Tenaga Listrik serta menangani kebutuhan energi Rumah Tangga dan Bangunan Komersial.
Kebijakan pemerintah tersebut sangat baik, namun beberapa langkah lain masih harus dilaksanakan. Adanya sinergi antara bidang-bidang yang terkait mutlak diperlukan. Sehingga diharapkan Blueprint tersebut dapat tercapai dengan baik dengan hasil memuaskan. Pemerintahpun telah membuat Roadmap Energi Surya untuk mendeskripsikan target-target spesifik dalam mewujudkan keinginan negara ini.
Tabel 3. Roadmap Energi Surya;
dikutip dari Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025
Kronologi Pelaksanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia
Berikut ini adalah beberapa data seputar pelaksanaan pembangkit listrik bertenaga surya yang diaplikasikan di Indonesia. PLTS di Indonesia (sampai 1997):
· Pengenalan Teknologi Surya melalui program militer 1970
· Proyek PLTS pertama dimulai oleh BPPT, Desa Sukatani, Sukabumi 1988.
· Proyek Sukatani dinyatakan sukses, dilanjutkan dengan program serupa (sasaran 1 juta rumah di desa) melalui dana Banpres, Ausaid, USAID, Novem, Bavarian State Matching Fund, PKT, PPLT dsb, 1989 - 1996;
· PLTS diperoleh dari bantuan international atau dibeli dengan APBN/APBD, dan pelaksanaan oleh perusahaan swasta dan LSM;
· Umumnya PLTS diberikan kepada masyarakat secara 100 % hibah, distribusi/instalasi oleh swasta atau LSM (jumlah terbatas);
· Sasaran “Proyek 1 Juta Rumah” jauh dari tercapai dan proyek tidak dilanjutkan antara lain akibat krisis moneter 1998-2000.
PLTS (terutama pembangkit PV) di Indonesia (2000 - sekarang)Kalangan pemerhati PLTS menilai Proyek tidak berhasil antara lain karena:
· Sangat rentan terhadap ketersediaan dana dari Pemerintah atau Donor;
· Distribusinya cenderung tidak adil/merata karena keterbatasan dana;
· Pelaksanaan distribusi tidak disertai dengan pelayanan “purna instalasi”, tidak ada jaminan keberlanjutan sistim;
· Tidak mendidik masyarakat untuk mandiri (tidak menimbulkan rasa memiliki);
· Tidak mendorong/menghambat proses komersialisasi PLTS yang mampu menjadikan PLTS sebagai komoditas, sebagaimana listrik konvensional (PLN);
· Pelaksanaan proyek menjadi ajang KKN di tingkat Pusat maupun Daerah;
· Dari kaca mata bisnis PLTS, sistem distribusi melalui proyek tidak melahirkan bisnis yang berkesinambungan (sustainable), karena tergantung dari ada tidaknya dana untuk proyek.
Kondisi Photovoltaic (PV) Power System di Inodnesia saat ini:
· Beberapa perusahaan masih aktif dalam distribusi PV di pedesaan.
· Aktivitas utama bisnis PV (retail) berada di Propinsi Lampung, Jawa Barat, Sumatra Selatan, Jambi, Bengkulu,Sulawesi Selatan, dan didaerah lain seperti Bangka Belitung, Bali, NTB, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatra Utara, Riau, aktivitas bisnis ritel baru dalam tahap permulaan.
· Proyek pengadaan PV untuk hibah 100% masih tetap diadakan di hampir seluruh Daerah (Tk I/II), dengan dana APBN/APBD. Praktek ini potensial menjadi penghambat bagi perkembangan bisnis PLTS yang berkelanjutan.
kondisi bumi kita kian lama kian mengenaskan karena tercemarnya lingkungan dari efek rumah kaca (greenhouse effect) yang menyebabkan global warming, hujan asam, rusaknya lapisan ozon hingga hilangnya hutan tropis. Semua jenis polusi itu rata-rata akibat dari penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, uranium, plutonium, batu bara dan lainnya yang tiada hentinya. Padahal kita tahu bahwa bahan bakar dari fosil tidak dapat diperbaharui, tidak seperti bahan bakar non-fosil.
Dengan kondisi yang sudah sedemikian memprihatinkan, gerakan hemat energi sudah merupakan keharusan di seluruh dunia. Salah satunya dengan hemat bahan bakar dan menggunakan bahan bakar dari non-fosil yang dapat diperbaharui seperti tenaga angin, tenaga air, energi panas bumi, tenaga matahari, dan lainnya. Duniapun sudah mulai merubah tren produksi dan penggunaan bahan bakarnya, dari bahan bakar fosil beralih ke bahan bakar non-fosil, terutama tenaga surya yang tidak terbatas. .
Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan lebih diminati karena dapat digunakan untuk keperluan apa saja dan di mana saja : bangunan besar, pabrik, perumahan, dan lainnya. Selain persediaannya tanpa batas, tenaga surya nyaris tanpa dampak buruk terhadap lingkungan dibandingkan bahan bakar lainnya.Di negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa dengan bantuan subsidi dari pemerintah telah diluncurkan program-program untuk memasyarakatkan listrik tenaga surya ini. Tidak itu saja di negara-negara sedang berkembang seperti India, Mongol promosi pemakaian sumber energi yang dapat diperbaharui ini terus dilakukan. Untuk lebih mengetahui apa itu pembangkit listrik tenaga surya atau kami singkat dengan PLTS maka dalam tulisan ini akan dijelaskan secara singkat komponen-komponen yang membentuk PLTS, sistim kelistrikan tenaga surya dan trend teknologi yang ada.
2. KONSEP KERJA SISTEM PLTS
Pembangkit listrik tenaga surya itu konsepnya sederhana. Yaitu mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Cahaya matahari merupakan salah satu bentuk energi dari sumber daya alam. Sumber daya alam matahari ini sudah banyak digunakan untuk memasok daya listrik di satelit komunikasi melalui sel surya. Sel surya ini dapat menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang tidak terbatas langsung diambil dari matahari, tanpa ada bagian yang berputar dan tidak memerlukan bahan bakar. Sehingga sistem sel surya sering dikatakan bersih dan ramah lingkungan.
Badingkan dengan sebuah generator listrik, ada bagian yang berputar dan memerlukan bahan bakar untuk dapat menghasilkan listrik. Suaranya bising. Selain itu gas buang yang dihasilkan dapat menimbulkan efek gas rumah kaca (green house gas) yang pengaruhnya dapat merusak ekosistem planet bumi kita.
Sistem sel surya yang digunakan di permukaan bumi terdiri dari panel sel surya, rangkaian kontroler pengisian (charge controller), dan aki (batere) 12 volt yang maintenance free. Panel sel surya merupakan modul yang terdiri beberapa sel surya yang digabung dalam hubungkan seri dan paralel tergantung ukuran dan kapasitas yang diperlukan. Yang sering digunakan adalah modul sel surya 20 watt atau 30 watt. Modul sel surya itu menghasilkan energi listrik yang proporsional dengan luas permukaan panel yang terkena sinar matahari.
Rangkaian kontroler pengisian aki dalam sistem sel surya itu merupakan rangkaian elektronik yang mengatur proses pengisian akinya. Kontroler ini dapat mengatur tegangan aki dalam selang tegangan 12 volt plus minus 10 persen. Bila tegangan turun sampai 10,8 volt, maka kontroler akan mengisi aki dengan panel surya sebagai sumber dayanya. Tentu saja proses pengisian itu akan terjadi bila berlangsung pada saat ada cahaya matahari. Jika penurunan tegangan itu terjadi pada malam hari, maka kontroler akan memutus pemasokan energi listrik. Setelah proses pengisian itu berlangsung selama beberapa jam, tegangan aki itu akan naik. Bila tegangan aki itu mencapai 13,2 volt, maka kontroler akan menghentikan proses pengisian aki itu.
Rangkaian kontroler pengisian itu sebenarnya mudah untuk dirakit sendiri. Tapi, biasanya rangkaian kontroler ini sudah tersedia dalam keadaan jadi di pasaran. Memang harga kontroler itu cukup mahal kalau dibeli sebagai unit tersendiri. Kebanyakan sistem sel surya itu hanya dijual dalam bentuk paket lengkap yang siap pakai. Jadi, sistem sel surya dalam bentuk paket lengkap itu jelas lebih murah dibandingkan dengan bila merakit sendiri.
Biasanya panel surya itu letakkan dengan posisi statis menghadap matahari. Padahal bumi itu bergerak mengelilingi matahari. Orbit yang ditempuh bumi berbentuk elip dengan matahari berada di salah satu titik fokusnya. Karena matahari bergerak membentuk sudut selalu berubah, maka dengan posisi panel surya itu yang statis itu tidak akan diperoleh energi listrik yang optimal. Agar dapat terserap secara maksimum, maka sinar matahari itu harus diusahakan selalu jatuh tegak lurus pada permukaan panel surya. Jadi, untuk mendapatkan energi listrik yang optimal, sistem sel surya itu masih harus dilengkapi pula dengan rangkaian kontroler optional untuk mengatur arah permukaan panel surya agar selalu menghadap matahari sedemikian rupa sehingga sinar mahatari jatuh hampir tegak lurus pada panel suryanya. Kontroler seperti ini dapat dibangun, misalnya, dengan menggunakan mikrokontroler 8031. Kontroler ini tidak sederhana, karena terdiri dari bagian perangkat keras dan bagian perangkat lunak. Biasanya, paket sistem sel surya yang lengkap belum termasuk kontroler untuk menggerakkan panel surya secara otomatis supaya sinar matahari jatuh tegak lurus. Karena itu, kontroler macam ini cukup mahal.
1. Biaya produksi pembuatan sel surya.
Jika kita melihat proses pembuatan sel surya dengan mengambil contoh
sel surya silikon yang menempati 90% pangsa pasar sel surya saat ini, maka terlihat adanya proses produksi yang melibatkan modal besar (high capital), yakni industri semikonduktor. Industri semikonduktor ini masih merupakan industri padat modal karena bersandar pada pembuatan dan penyediaan silikon, lebih tepatnya wafer silikon. Sejatinya, silikon sendiri ialah elemen terbanyak kedua di kulit bumi setelah oksigen, sehingga harganya relatif rendah.
Hanya saja, dengan kebutuhan industri semikonduktor yang meminta kadar kemurnian silikon sangat tinggi, sekitar 1 bagian per milyar (1 ppb), biaya pemrosesan silikon untuk semikonduktor menjadi berlipat-lipat. Proses pembuatan silikon sejak dari penambangan, pemurnian dan pemotongan inilah yang memilki andil sekitar 65% dari total harga sebuah sel surya. Data tahun 2004 mengenai harga silikon dunia dengan kadar tersebut kira-kira US$ 50/kg dan terus meningkat dikarenakan adanya permintaan industri semikonduktor maupun elektronik. Pemrosesan seperti
pembuatan sel dan enkapsulasi sel surya masing-masing menyumbang 10 dan 25% dari total harga sel surya.
Secara kasar, saat ini, harga sebuah sel surya sekitar US$ 4-5/Watt, belum termasuk pendukungnya. Sehingga jika seorang konsumen hendak membeli sel surya dengan daya 50 Watt, maka perlu menganggarkan biaya sekitar US$ 200-250 (lihat tabel di akhir tulisan).
Agak sedikit melebar, lantas, bisakah kita membuat industri sel surya sendiri agar sel surya bisa lebih mudah terjangkau di pasar sendiri?
Pada dasarnya tentu saja hal ini sangat mungkin dengan beberapa catatan menurut opini saya.
Pertama, pembuatan silikon untuk sel surya atau semikonduktor ialah sebuah usaha padat modal yang sangat besar dari segi investasi. Dan tidak semua negara di dunia yang mampu secara teknologi melakoni pekerjaan besar ini, hanya beberapa negara saja yang mampu membuat silikon dengan kadar yang dibutuhkan maupun wafer silikon, semisal, Amerika, Jerman, Jepang dan Korea. Selain itu, industri pembuatan silikon berkadar tinggi maupun pembuatan wafer silikon ini juga menyedot tenaga listrik yang cukup besar. Namun mengingat bahan dasar silikon seperti pasir silika ini mudah ditermui di Indonesia (
lihat kutipan berita Kompas di Blog ini) , dengan dukungan investor dan pemerintah, saya kira kita cukup mampu dalam hal ini. Masak calon PLTN Muria yang heboh 80 trilyun saja kita menyanggupi, membuat sebuah pabrik wafer silikon saja kurang mampu?
Kedua, jika dalam jangka pendek tujuannya ialah memasarkan sel surya sebanyak mungkin, maka kita perlu meniru langkah China dalam memasarkan sel surya di negaranya. Industri-industri China tidak membuat material dasar silikon untuk sel surya ini. Mereka juga tidak memiliki kemampuan dalam membuat mesin-mesin yang dipergunakan pabrik-pabrik mereka untuk membuat sel surya dalam skala besar.
Hanya saja, strategi mereka ialah, mengimpor mesin-mesin pabrik dari Jerman sebagai bahagian dari investasi, serta mengimpor material silikon khusus untuk sel surya dari negaa-negara lain semisal, Jerman, Jepang dan Korea Selatan. Keunggulan komparatif upah pekerja yang murah, membuat sel-sel surya made in China saat ini merajai pasaran sel surya Eropa selain menjadi tuan rumah di negara sendiri. Hal ini saya saksikan sendiri dalam ajang PVSEC-15 di Shanghai, China. Mungkin strategi ini dalam jangka pendek bisa diterapkan di Indonesia. Namun kembali lagi, kita masih menunggu peran investor dan negara dalam hal ini.
2. Biaya perangkat dan pelayanan pendukung.
Memanfaatkan sel surya untuk keperluan apapun membutuhkan perangkat pendukung yang disebut Balance of System (BOS) yang biasanya terdiri atas baterei, inverter, biaya pemasangan serta infrasturktur (lihat gambar berikut). Di sini peran BOS sangat penting sehinga semua ini (Sel surya + BOS) disebut dengan sistem fotovoltaik. Baterei serta pegontrolnya diperlukan untuk meyimpan tenaga listrik untuk pemakaian di malam hari jika diperlukan. Inverter dibutuhkan untuk mengubah keluaran sel surya yang berarus DC menjadi AC sesuai dengan keperluan perumahan. Dan instalasi diperlukan untuk menyelaraskan bentuk (atap) rumah dengan berapa luas sel surya atau daya yang dibutuhkan agar optimal.
Gambar di bawah ini sedikit menggambarkan berapa porsi anggaran yang dibutuhkan pada saat pemasangan dan perbandingannya pada 20 tahun kemudian. Asumsi memakai 1300 Watt menggunakan baterei 35 Ah. Literatur ini menggunakan negara Meksiko sebagai contohnya.
Di sana terlihat bahwa komponen baterei yang memiliki masa pakai optimum yang terbatas (sekitar 4 tahun), memerlukan perhatian khusus terutama karena adanya penambahan biaya ekstra untuk penggantian baterei baru.
Secara perhitungan kasar, harga Sel surya + BOS ini mencapai US$ 8-10/Watt. Sehingga jika hendak menggunakan sel surya di perumahan lengkap dengan sarana pendukungnya untuk 1300 Watt atau 1.3 kW, maka biaya kasar yang perlu diperlukan kira-kira 1300 Watt x (US$ 8 – 10) = US$ 10.400 – 13.000 atau jika di-rupiah-kan sekitar Rp 98.880.000 – 117.000.000 dengan masa pakai 20 tahun lebih dan biaya tambahan untuk penggantian baterei per 4-5 tahun sekali.
Tabel di bawah merupakan simulasi perhitungan biaya yang diperlukan untuk memasang sel surya di sebuah rumah dengan kapasitas daya terpasang sebesar 50 Watt. Jika hendak memasang sel surya di rumah dengan daya 1000 Watt mirip dengan rata-rata daya terpasang pada rumah di Indonesia dari PLN, maka harga total tinggal dikalikan saja dengan 20.
Energi surya adalah sumber energi terbarukan yang sedang dan (kemungkinan) akan berkembang paling cepat. Tapi, teknologi energi surya memiliki kelemahan laten, karena tidak bisa membangkitkan listrik di malam hari atau saat sinar matahari tertutup awan. Lalu bagaimana solusinya?
Sebuah konsorsium bernama SolarReserve menawarkan satu solusi menjanjikan, baik dari segi kehandalan sistem, ekonomi, maupun keamanan lingkungan. Jawabannya ada pada garam.
SolarReserve menggunakan teknologi yang dapat menyimpan energi panas cahaya matahari di dalam larutan garam mendidih. Proyek pertama SolarReserve akan menghasilkan listrik 500 MW (dapat menyediakan listrik sekitar 400 ribu rumah), setara dengan kapasitas pembangkit listrik berbahan bakar batubara, tapi tidak menghasilkan gas rumah kaca.
Berbeda dengan pembangkit listrik tenaga surya lain, teknologi milik SolarReserve dapat menghasilkan listrik saat langit mendung, bahkan malam hari. Dalam 10 hingga 15 tahun ke depan, SolarReserve merencanakan membangun 10 pembangkit listrik jenis ini.
Pembangkit listrik yang menggabungkan energi surya dan larutan garam ini memiliki prinsip kerja hampir serupa dengan pembangkit listrik tenaga surya di Seville. Di Seville terdapat ratusan cermin yang memantulkan sinar matahari ke sebuah tower. Pada tower ini diletakkan tanki besar berisi air. Energi matahari akan memanaskan air di dalam tanki, lalu menghasilkan uap panas, yang kemudian disalurkan ke turbin-turbin untuk menghasilkan listrik.
Pembangkit listrik tenaga surya (thermal) 11 MW di Seville, Spanyol (Foto:
www.ens-newswire.com)
Pada teknologi milik SolarReserve, mereka tidak menggunakan ‘air biasa’ di dalam tanki, tapi air garam. Ratusan cermin memantulkan cahaya matahari ke tanki, memanaskan air garam hingga 1,000 derajat Fahrenheit (538 derajat Celsius). Air garam mendidih (yang membawa uap panas) lalu dipompa ke generator untuk memutar turbin uap dan menghasilkan listrik.
Diagram pembangkit listrik tenaga surya-garam mendidih
Hingga di sini, prinsip kerja pembangkit milik SolarReserve masih sama dengan pembangkit di Seville. Lalu apa yang membedakan? Pembangkit di Seville tidak dapat beroperasi di malam hari atau saat cuaca mendung, sedangkan milik SolarReserve dapat bekerja 24 jam sehari. Inilah keunggulan utama teknologi baru ini.
Rahasianya adalah karena SolarReserve menggunakan garam, campuran sodium dan potassium nitrate. Larutan tersebut memiliki kemampuan menyimpan panas. Riset yang dilakukan The National Solar Thermal Test Facility menyimpulkan bahwa garam mendidih adalah larutan yang paling baik digunakan menyalurkan energi panas. Selanjutnya lembaga tersebut mengatakan bahwa panas yang tersimpang masih cukup untuk memutar turbin uap tekanan tinggi, walaupun saat tidak ada sinar matahari.
Keuntungan lain dari teknologi ini adalah karena tidak melibatkan bahan-bahan yang dapat terbakar, tidak beracun, dan yang paling penting tidak menghasilkan karbon dioksida.
Konversi Energi Surya
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Energi Konversi
Disusun oleh:
Annisa Dwi Kharisma
Aji Harun Arrasyid
Dia Sendiawan
Ginanjar Aditama
Wahyuni Nur Alam
Kuswandi
M. Taufiq I
Indra K
Utang Suhanda
Pendidikan Teknik Elektro A
Jurusan Pendidikan Teknik Elektro
Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia
Tahun Akademik 2008/2009